Penambahan informasi
Hampir
sebagian besar orang dewasa menyatakan bahwa mereka mendapatkan hampir
seluruh informasi tentang berbagai peristiwa dunia maupun nasional dari
media massa. Secara umum, studi telah menunjukkan bahwa masyarakat yang
banyak mengkonsumsi media biasanya memiliki pengetahuan yang lebih baik
dan aktual daripada yang tidak atau kurang memanfaatkan media. Namun hal
ini lebih berlaku untuk media cetak ketimbang televisi.
Kelemahan media televisi ada pada kecenderungannya
untuk lebih menyorot hal-hal yang "menghebohkan", seperti huru-hara saat
demonstrasi, reaksi elemen masyarakat terhadap kandidat tertentu, dan
sebagainya. Kecenderungan ini akhirnya mengabaikan substansi isu politik
itu sendiri. Fenomena ini, jauh-jauh hari telah ditegaskan oleh
Patterson & McClure (1976, dalam Oskamp & Schultz,1998), "Network news may be fascinating. It may be highly entertaining. But it simply not informed."
Selain itu, media televisi juga memiliki kapasitas
terbatas untuk menghadirkan ulasan-ulasan yang mendalam, berbeda dengan
media cetak yang bisa menampilkan berbagai tulisan sehingga pembaca bisa
menyimaknya berkali-kali, bahkan berhenti sejenak untuk merenung atau
diskusi dengan pembaca lain tanpa khawatir artikel tersebut akan
‘hilang’. Bandingkan dengan televisi, pemirsa tidak bisa
"menghentikan" tayangan untuk memberi waktu otaknya berpikir apalagi
merenung. Meski demikian, tidak berarti televisi tidak pernah memberikan
kontribusi dalam pemilihan umum. Buktinya di Amerika, dalam suatu studi
tahun 1992 telah menunjukkan bahwa tayangan debat Clinton - Bush -
Perrot, telah meningkatkan informasi tentang kandidat dan pandangan atau
prinsip-prinsip yang dianut bagi para pemilih dalam pemilu tersebut.
Efek Kognitif
Media memiliki kemampuan untuk "mengatur" masyarakat, not what to think, but what to think about.
Penjelasan pada kalimat yang "indah" ini ialah media cenderung
mengarahkan masyarakat memikirkan hal-hal yang tersaji dalam menunya,
bukan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar masyarakat itu sendiri.
Saat media A berbicara tentang Inul, merembet pada media lain,
masyarakat pun ikut terlena didalamnya. Masalah kebanjiran yang menjadi
langganan Jakarta pun tidak lagi terlalu mengusik, hingga tiba saat
kondisi riil musibah itu.
Perhatian masyarakat cenderung lebih dipengaruhi
gambaran media daripada situasi nyata dunia. Contoh lain, semakin banyak
media yang mengusung dan mengemas berita kriminal, masyarakat mungkin
saja menjadi yakin bahwa ada suatu gelombang kejahatan, tanpa perlu lagi
memastikan atau mencari tahu informasi sebenarnya apakah kejahatan
memang meningkat, menurun atau konstan. Oleh kareena itulah, materi
dalam media dapat menentukan "agenda publik", yaitu suatu topik yang
menjadi perhatian atau minat masyarakat serta mencoba untuk direspon.
Perilaku memilih
Secara luas, media lebih cenderung menguatkan
tujuan-tujuan yang ada dalam pemungutan suara daripada merubahnya.
Seperti telah disinggung diawal bahwa peran utama media dalam suatu
pemilihan umum ialah menfokuskan perhatian masyarakat pada kampanye yang
sedang berlangsung serta berbagai informasi seputar kandidat dan isu
politik lainnya. Walaupun mungkin tidak memberi dampak langsung untuk
merubah perolehan jumlah suara, namun media tetap mampu mempengaruhi
banyaknya suara yang terjaring dalam suatu pemilu.
Menurut Noelle-Newman (1984,1992, dalam Oskamp &
Schulz,1998), secara implisit, masyarakat membuat suatu penilaian
terhadap pihak maupun cara yang ditempuh untuk memenangkan pemilihan,
atau isu-isu panas yang diperdebatkan. Penilaian personal yang
dipengaruhi kuat oleh media ini diam-diam bisa berdampak pada
pengurangan jumlah suara bagi pihak yang kalah. Ulasan dini seputar
pemilu atau laporan berdasarkan survei secara random dapat memperkuat
penilaian masyarakat, terutama tentang siapakah yang akan menjadi
pemenang dan mendorong terbentuknya "spiral silence" diantara pihak yang merasa kalah atau menjadi pecundang.
Jadi, sesungguhnya hal semacam poling-poling sms di
berbagai stasiun televisi atau media on line, meski tidak
sepenuhnya merepresentasikan aspirasi masyarakat, tetap menimbulkan efek
terhadap persepsi dan emosi masyarakat; minimal membuat "miris" pihak
yang jagoannya berada di urutan bawah.
Efek dalam sistem politik
Televisi telah merubah wajah seluruh sistem politik
secara luas dengan pesat. Media ini tidak hanya mempengaruhi politik
dengan fokus tayangan, kristalisasi atau menggoyang opini publik, namun
secara luas berdampak pada para politisi yang memiliki otoritas dalam
memutuskan kebijakan publik.
Media, dengan publisitas, pemasangan iklan dan ulasan
beritanya, juga memiliki kemampuan yang kuat untuk secara langsung
mempengaruhi meningkatnya jumlah dana dalam suatu kampanye politik.
Begitu penting dan besarnya peran berita atau ulasan-ulasan media dalam
suatu pemilihan umum, maka baik staf maupun kandidat politik sebenarnya
telah menjadi media itu sendiri.
Kontrol Masyarakat
Begitu besar pengaruh dan peran media dalam
perpolitikan, hendaknya dimanfaatkan secara bijaksana. Terkadang seorang
tokoh atau pihak tertentu yang masih bermasalah di masa silam atau kini
nampak begitu kemilau dan tiba-tiba bersih sehingga masyarakat pun
lengah dengan kepahitan yang pernah ada. Terus berputar pada masa lampau
juga tidak akan mencerahkan bangsa ini, namun melupakan masa lalu juga
bukan syarat bagi perbaikan diri, terlebih suatu bangsa.
Kontrol masyarakat untuk selalu melihat segala sesuatu dengan proposional, kritis dan obyektif sangat lah diperlukan. Hendaknya media juga mendorong masyarakat untuk melakukan critical control,
sehingga terjalin kerjasama yang benar-benar secara positif membawa
manfaat dan kontribusi bagi kedua belah pihak : pihak media massa dan
terutama, pihak masyarakat.
No comments:
Post a Comment