Friday, May 3, 2013

Implementasi ERP dan SCM (Contoh Kasus)

PENDAHULUAN
Implementasi Supply Chain Management (SCM) merupakan salah satu bagian penting untuk memperbaiki kemampuan kompetisi organisasi bisnis. SCM menjadi suatu strategi kompetitif untuk menjembatani pemasok dengan pemakai (Gunasekaran, editorial EJOR 159, 2004).
Perkembangan Information Technology (IT) yang meliputi Perangkat Keras, Perangkat Lunak, Jaringan Komputer dan Internet, Data, Prosedur dan SDM mampu menjadi pemicu makin berperannya IT di segala bidang termasuk dalam SCM (Turban et. al, John Wiley & Sons, Inc. 2004).
Enterprice Resource Planning (ERP), Inter Organizations Information System (IOIS), Electronic Data Interchange (EDI), Virtual Enterprice (VE), E-Commerce, Intellegence Agent (IA) merupakan beberapa contoh implementasi IT dalam SCM.
Paper ini berusaha menunjukkan beberapa contoh definisi dan perkembangan SCM, beberapa contoh perkembangan peranan IT dalam SCM yang diambil dari literatur yang telah ada baik itu dari buku teks, paper dan jurnal-jurnal nasional maupun internasional. Lebih lanjut juga akan diformulasikan pengelompokan peranan IT dalam SCM baik dari segi IT Planning, Knowledge and IT Management, IT Aplication, IT Implementation, IT Infrastructure (Gunasekaran, Ngai, EJOR 159, 2004).
Definisi dan Perkembangan SCM
Menurut Simchi-Levi et. al (2000), Supply Chain (SC) adalah suatu jaringan dari organisasi-organisasi independen dan saling terhubung yang bekerjasama secara kooperatif dan saling menguntungkan dalam mengontrol, mengatur dan memperbaiki aliran material dan informasi dari pemasok sampai pemakai. Sedangkan Supply Chain Management (SCM) merupakan sekumpulan metode dan pendekatan guna meningkatkan integritas dan efisiensi antara pemasok, manufaktur, gudang dan toko sehingga barang dagangan dapat diproduksi dan didistribusikan dengan akurat baik dari sisi jumlah, lokasi maupun waktunya (ibid).
Dalam Buku ‘Information Technology for Management’, Turban et. al, (2004) mendefinisikan SC sebagai aliran material, informasi, pembayaran dan pelayanan dari mulai pasokan bahan baku, melalui pabrik dan gudang sampai ke pamakai akhir. SC meliputi organisasi dan proses menciptakan maupun mengirimkan produk, informasi dan servis kepada pemakai. SC juga meliputi beberapa kegiatan seperti pembelian, alur pembayaran, pengelolaan material, perencanaan dan kontrol produksi, kontrol logistik dan pergudangan, inventori, distribusi dan pengiriman (ibid).
Lambert (1998) menyatakan bahwa SCM merupakan integrasi atas proses-proses bisnis dari pengguna akhir melalui pemasok awal yang menyediakan produk, jasa, dan informasi yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
Menurut Simchi-Levi (2002), SCM adalah suatu kumpulan pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan secara efisien antara pemasok,
perusahaan manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan pada kuantitas, lokasi, dan waktu yang benar, untuk meminimumkan biaya-biaya pada kondisi yang memuaskan kebutuhan tingkat pelayanan.
Menurut Handfield (1999), SCM merupakan integrasi atas kegiatan-kegiatan dalam suatu rantai pasok dengan hubungan yang diperbaiki, untuk mencapai suatu keunggulan bersaing yang
berkelanjutan.
 Chopra & Meindl (2001) berpendapat bahwa SCM mencakup manajemen atas aliran-aliran di antara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total.
Sejak mulai tahun 60-an sampai sekarang ini SCM selalu mengalami evolusi dan perbaikan seiring perkembangan IT, mulai dari proses internal melalui MRP sampai dengan inter organisasional dan enterprise melaui IOIS dan EIS.
Menurut Ross, F.D (2003), awal perkembangan konsep SCM didasarkan pada dua fakta yaitu bahwa pada tahun 1960-an pabrikan dituntut untuk menurunkan biaya produksi dan perkembangan teknologi informasi khususnya internet yang mampu membantu merealisasikan suatu sistem terpadu sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya bukan saja pada lingkup satu perusahan saja.
SCM merupakan konsep yang semakin penting pada era perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam era tersebut, persaingan bukan lagi produk melawan produk atau perusahaan melawan perusahaan akan tetapi lebih kepada rantai pasok (supply chain) melawan rantai pasok.
Menurut Lambert et. al dalam Croxton (2001), proses-proses bisnis dalam SCM terdiri atas delapan bagian yang meliputi: manajemen hubungan pelanggan, manajemen pelayanan pelanggan, manajemen permintaan, pemenuhan pesanan, manajemen aliran manufaktur, manajemen hubungan pemasok, pengembangan dan komersialisasi produk, dan manajemen pengembalian (return management).
Ada berbagai model dalam teori SCM, diantara banyak pendapat para peneliti, Min, H. & Zhou, G.(2002) membagi model SC menjadi 4 yaitu:
·         deterministic model: single objective & multiple objective
·         stochastic model: optimal control theory & dynamic control programming
·         hybrid model : inventory theoretic & simulation
·         IT-Driven model: yang terdiri dari warehouse management system (WMS), enterprise resource planning (ERP) dan geographical information system (GIS).
Copra, S. & Mendle, P. (2004) membagi aktivitas utama SC berdasarkan tingkatannya dari supplier sampai customer dalam 4 (empat) siklus kegiatan, yaitu: customer order cycle, distribution/replenishment cycle, manufacturing cycle dan procurement cycle. Masing-masing siklus terdiri dari aktivitas-aktivitas yang mendukung fungsi pada tingkatan SC.
TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM
Ada banyak keterlibatan IT dalam SCM, diantara lain dalam bentuk:
·         Enterprice Resource Planning (ERP): suatu metode mengatur seluruh proses bisnis yang ada dalam suatu perusahaan dengan suatu arsitektur perangkat lunak yang berjalan dalam waktu nyata, baik itu menyangkut otomasi back-end office system, front-end office system, maupun dalam hal peningkatan efisiensi, kualitas dan produktifitas serta keuntungan (Turban et. al, John Wiley & Sons, Inc. 2004).
·         Inter Organizations Information System (IOIS): suatu sistem yang bekerja untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisa dan menyebarluaskan informasi yang berada dalam dua atau lebih organisasi guna meningkatkan efisiensi proses transaksi bisnis seperti pemesanan, penagihan, pembayaran maupun lainnya (ibid).
·         Electronic Data Interchange (EDI): segala hal yang berkaitan dengan standar perpindahan data yang berhubungan dengan transaksi bisnis antara komputer (Walton and Marucheck, 1997).
·         Virtual Enterprice (VE): suatu jaringan dari beberapa perusahaan yang independen, sangat mungkin dahulunya sesama kompetitor, bersama-sama dan bekerjasama dalam mempercepat peningkatan keuntungan dan meraih kesempatan dengan menggunakan information and communication technology (ICT) (Gunasekaran, Ngai, EJOR 159, 2004).
·         E-Commerce: seluruh aktifitas yang berhubungan dengan proses pembelian, penjualan, pengiriman maupun pertukaran produk, servis maupun informasi melalui bantuan jaringan komputer, termasuk juga internet (Turban et. al, John Wiley & Sons, Inc. 2004).
PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM
Chopra & Meindl (2001) menyatakan bahwa dalam SCM terdapat empat penggerak (driver), yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut, informasi merupakan penggerak utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya.
Peranan informasi dalam SCM dipengaruhi oleh teknologi informasi yang digunakan. Teknologi informasi ini mempunyai peranan penting dalam dalam mendukung kinerja SCM. Peranan Teknologi Informasi pada masing-masing proses bisnis dalam SCM tersebut adalah sebagai berikut:
§    Peranan dalam Manajemen Hubungan Pelanggan
Dalam SCM, proses manajemen hubungan pelanggan (customer relationship management/ CRM) bertujuan untuk menyediakan struktur dalam mengembangkan dan memelihara hubungan dengan pelanggan. Berbagai teknologi informasi digunakan dalam implementasi CRM. Sebagai contoh, aplikasi Sales Force Automation (SFA) dapat digunakan untuk mengotomatiskan hubungan antara para penjual dan pembeli melalui penyediaan informasi produk dan harga (Copra & Meindl, 2001). Sistem tersebut juga memungkinkan informasi pelanggan dan produk secara rinci dan real time.
§    Peranan dalam Manajemen Pelayanan Pelanggan
Untuk dapat menjalankan manajemen pelayanan pelanggan (customer service management/CSM) secara baik, teknologi informasi yang digunakan harus handal. Teknologi informasi ini harus dapat menghimpun secara real time mengenai berbagai informasi yang diperlukan pelanggan, seperti ketersediaan produk, waktu pengiriman, dan status pesanan. Manajemen pelayanan pelanggan merupakan titik kunci hubungan untuk mengadministrasikan kesepakatan produk atau jasa. Pelayanan pelanggan menyediakan sumber tunggal untuk berbagai informasi yang dibutuhkan pelanggan. Dengan teknologi informasi, perusahaan dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tingkat kepastian yang tinggi.
§    Peranan dalam Manajemen Permintaan
Manajemen permintaan (demand management) mencakup proses-proses yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pelanggan dengan kemampuan pasokan perusahaan. Sistem manajemen permintaan yang baik menggunakan data point-of-sale dari pelanggan utama untuk mengurangi ketidakpastian (uncertainty) dan menyediakan aliran yang efisien sepanjang rantai pasok. Dalam manajemen permintaan tersebut, penentuan kebijakan persediaan yang optimal memerlukan informasi yang mencakup pola permintaan biaya penanganan persediaan, biaya akibat kekurangan persediaan, dan biaya pemesanan. Dalam manajemen permintaan pada level perusahaan, teknologi informasi digunakan untuk melakukan sinkronisasi perencanaan permintaan (Croxton et al., 2002). Sinkronisasi dilakukan antara hasil peramalan, kemampuan manufaktur, kemampuan pasokan, dan kemampuan distribusi. Dalam SCM, manajemen permintaan menjadi permasalahan penting karena mencakup pengelolaan permintaan pada suatu rangkaian perusahaan dalam rantai pasok itu. Teknologi informasi dibutuhkan untuk menjamin keakuratan data dan mengurangi delay time aliran informasi. Kedua hal tersebut merupakan faktor-faktor penting untuk mengurangi fenomena bullwhip effect dalam rantai pasok.
§    Peranan dalam Pemenuhan Pesanan
Pemenuhan pesanan yang efektif membutuhkan integrasi dari proses manufaktur, logistik dan rencana pemasaran. Kunci SCM yang efektif  adalah memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan waktu. Sebagai bagian dalam sistem ERP (Enterprise Resources Planning), modul Order Fulfillment digunakan untuk memantau siklus pemenuhan pesanan dan merupakan catatan kemajuan perusahaan dalam memuaskan permintaan. ERP merupakan suatu sistem teknologi informasi operasional yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dari semua fungsi dalam perusahaan. Sistem ERP ini memantau material, pesanan, jadwal, persediaan barang jadi, dan informasi lainnya yang ada di perusahaan (Chopra & Meindl, 2001). Penerapan ERP tersebut membutuhkan ketersediaan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi ini akan dapat meningkatkan kepastian dalam pemenuhan pesanan.
§    Peranan dalam Manajemen Aliran Manufaktur
Proses-proses manufaktur harus bersifat fleksibel dalam menanggapi perubahan pasar. Perubahan dalam proses aliran manufaktur diperlukan untuk memperpendek waktu siklus. Hal ini berarti akan meningkatkan responsivitas terhadap pelanggan. Dalam ERP terdapat modul manufacturing yang mencatat aliran produk sepanjang proses manufaktur dan mengkoordinasikan apa yang, dilakukan untuk suatu bagian pada suatu waktu. Aliran produk tersebut harus dipantau melalui penggunaan teknologi informasi. Pemantauan ini dilakukan untuk memberikan kepastian dalam kelancaran aliran manufaktur.
§    Peranan dalam Manajemen Hubungan Pemasok
Manajemen hubungan pemasok merupakan proses yang menentukan bagaimana suatu perusahaan berinteraksi dengan para pemasoknya. Fungsi pembelian dikembangkan melalui mekanisme komunikasi yang cepat seperti electronic data interchange (EDI) dan jaringan internet. Interaksi dengan pemasok dapat mempengaruhi kelancaran proses produksi yang dilakukan perusahaan manufaktur. Bagi pengecer, interaksi dengan pemasok sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan produk yang akan dijual. Untuk menjamin interaksi ini, diperlukan informasi yang memadai mengenai pemasok. Informasi ini mencakup mengenai product line, lead time produk, serta sales terms and conditions. Selanjutnya, pemantauan kinerja pemasok perlu dilakukan, seperti yang dikembangkan pada modul Supplier Management dalam ERP. Dalam hal ini, teknologi informasi diperlukan untuk dapat menjamin kelancaran hubungan dengan pemasok.
§    Peranan dalam Pengembangan danKomersialisasi Produk
SCM mencakup integrasi pelanggan dan pemasok ke dalam proses pengembangan produk untuk memperpendek time to market. Dengan memandang SCM sebagai integrasi proses bisnis dari pemasok awal hingga pengguna akhir, setiap mata rantai harus terintegrasikan pula dalam proses pengembangan dan komersialisasi produk. Dalam situasi persaingan bisnis yang ketat dan tingkat perubahan teknologi yang cepat, penggunaan teknologi informasi tidak dapat ditawar lagi. Teknologi informasi ini digunakan oleh rantai pasok untuk mengumpulkan informasi dari mata rantai terkait dan mengalirkannya ke mata rantai terkait lainnya. Dengan demikian time to market produk yang dikembangkan dapat diperpendek.
§    Peranan dalam Manajemen Pengembalian (Return Management)
Proses manajemen pengembalian mencakup pengaturan aliran reverse product secara efisien dan mengidentifikasi peluang-peluang untuk mengurangi pengembalian yang tidak dikehendaki. Dalam proses ini juga tercakup pengontrolan reusable assets, seperti kontainer. Manajemen pengembalian merupakan proses di dalam SCM dengan kegiatan-kegiatan seperti pengembalian (return), reverse logistic, gatekeeping, dan avoidance (Rogers et. al, 2002). Lambert (1998) menyatakan bahwa dalam implementasi SCM, harus dilakukan mekanisme koordinasi yang baik di antara fungsi-fungsi yang bervariasi tersebut agar proses-proses di dalam SCM bisa dijalankan secara efektif dan efisien. Informasi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan pada rantai pasok. Dengan ruang lingkup rantai pasok yang luas dan mencakup suatu rangkaian perusahaan, kebutuhan informasi menjadi semakin penting. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penerapan menerapkan teknologi informasi untuk SCM adalah penyiapan infrastruktur. Simchi-Levi (2002) menyebutkan bahwa infrastruktur teknologi informasi mencakup empat komponen, yaitu: interface devices, komunikasi, database, dan arsitektur sistem. Infrastruktur ini harus disiapkan, baik untuk internal perusahaan maupun eksternal antar perusahaan dalam rantai pasok. Dalam pembuatan keputusan rantai pasok, informasi akan berguna jika mempunyai karakteristik: akurat, dapat diakses pada waktu yang diperlukan, dan dalam bentuk yang tepat. Informasi yang akurat sangat penting untuk sebagai dasar analisis untuk pengambilan keputusan. Masalah bentuk informasi tersebut terkait dengan standardisasi informasi. Informasi dapat dalam berbagai bentuk atau format yang berbeda sesuai dengan teknologi informasi yang digunakan perusahaan. Perbedaan bentuk atau format ini dapat menjadi kendala untuk mengintegrasikan informasi. Jika informasi ini tidak dapat terintegrasi maka penerapan SCM sangat sulit dilakukan.
INFORMASI TEKNOLOGI DALAM SCM
Tujuan SCM ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak didalam SCM haruslah berjalan secepat mungkin. Dan dengan tujuan mencegah terjadinya penumpukan inventori di satu lokal, arus ini haruslah diatur sedemikian rupa agar bagian-bagian tersebut bergerak dalam koordinasi yang teratur. Istilah yang sering digunakan ialah synchronous. Terkadang sangat susah untuk melihat sifat arus "akhir ke akhir" dalam SCM yang ada. Efek negatif dari kesulitan ini termasuk penumpukan inventori dan respon tidak keruan pada permintaan konsumen akhir. Jadi, strategi manajemen membutuhkan peninjauan yang holistik pada hubungan suplai.
Teknologi informasi memungkinkan pembagian cepat dari data permintaan dan penawaran. Dengan membagi informasi di seluruh SCM ke konsumen akhir, kita bisa membuat sebuah rantai permintaan, diarahkan pada penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya ialah mengintegrasikan data permintaan dan suplai jadi gambaran yang akurasinya sudah meningkat dapat diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen akhir. Integrasi ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif. Jadi dengan adanya integrasi ini dalam SCM akan meningkatkan ketergantungan dan inventori minimum.
Contoh Kasus Penerapan SCM
Penerapan Supply Chain Management Pada Carrefour Indonesia (ERP)


Supply Chain Management (SCM) atau Manajemen Rantai Pasok (MRP) memainkan peran penting dalam industri ritel di indonesia, seperti pada salah satu perusahaan ritel terbesar dunia yaitu Carrefour. Artikel ini bersifat kajian pustaka tentang penerapan manajemen rantai pasok di Indonesia, tepatnya pada Carrefour Indonesia. Dengan ditunjang dengan beberapa teori yang bersumber dari ahli di bidangnya, diharapkan artikel ini dapat dijadikan sebagai penambah wawasan tentang penerapan SCM/MRP tepatnya di Indonesia.

Carrefour adalah perusahaan yang bergerak di bidang dagang yaitu hypermarket yang berasal dari Perancis. Carrefour dibentuk oleh keluarga Fournier and Defforey pada tahun 1957. Awalnya carrefour adalah supermarket kecil kemudian pada tahun 1963 terdapat konsep swalayan baru yaitu hypermarket. Hypermarket yang dibuka pertama kali oleh Carrefour yaitu berada di Sainte-Genevieve-des-Bois, suatu kawasan di kota Paris, dengan menempati lahan seluas 2500 m2 yang memuat 400 buah areal parkir dan 12 jalur kasa pembayaran. Untuk pembukaan di luar perancis Carrefour dibuka pertama kali di Spanyol pada Tahun 1973, kemudian mengikuti Brazil pada tahun 1975, Argentina pada tahun 1982, dan Italia pada tahun 1982. Untuk kawasan Asia pertama kali dilakukan di Taiwan pada tahun 1989, kemudian di Malaysia pada tahun 1994, Cina pada tahun 1995, Singapura pada tahun 1997, Indonesia pada tahun 1998, dan Jepang pada tahun 2000. Gebrakan yang dilakukan oleh Carrefour antara lain, penggabungan seluruh usaha Carrefour di seluruh dunia dengan perusahaan Promodes4. Setelah itu Carrefour mengeluarkan Kartu belanja ‘la carte Pas’ pada tahun 1981, peluncuran program asuransi Carrefour pada tahun 1984, dan peluncuran produk-produk dagang Carrefour pada tahun 1985. Website Carrefour itu sendiri baru di luncurkan pada tahun 2000.

Untuk pembukaan nya di Indonesia Carrefour pertama kali di buka di Jakarta pada bulan Oktober pada tahun 1998, yaitu di kawasan cempaka putih, Puri Indah, Jakarta Barat. saat ini Carefour sudah memiliki 17 hypermarket di Jakarta, yang antara lain berada di kawasan Cempaka Putih dan Puri Indah, Mega Mal Pluit, ITC Cempaka Mas Mega Grosir, Ratu Plaza, Duta Merlin, Lebak Bulus, MT Haryono, Pasar Pestival, ITC Kuningan, dan satu cabang di kota Bandung. Dari 17 hypermarket itu Carrefour memperkerjakan sekitar 7500 karyawan. Dalam menjalakan bisnis hypermarketnya Carrefour mempunyai 3 pilar utam yaitu , harga yang bersaing, pilihan yang lengkap, dan pelayanan yang memuaskan. Carrefour sukses menarik konsumen Indonesia dengan tagline nya yaitu “Ada yang Lebih Murah, Kami Ganti Selisihnya”. Dari strategi itu Carrefour sukses dengan omset Rp. 1 millar per hari per outlet. Riset ACNielsen menunjukkan di Jakarta pada dua tahun lalu Carrefour memiliki Store Equity Index (SEI) tertinggi 2,4. Angka SEI menunjukkan tingkat preferensi konsumen terhadap toko yang bersangkutan. Index SEI berkisar 1-10. Angka 1 menunjukkan tingkat preferensi rendah. Survey ACNielsen tahun 2005 menunjukkan bahwa secara umun Carrefour dipersepsikan sebagai toko yang menyediakan aneka kebutuhan dengan harga paling murah diikuti oleh Alfamart dan Indomaret dan tahun 2006, Carrefour masih menjadi leader dalam format hypermarket.‖ Carrefour menawarkan konsep “One-Stop Shopping” yang menawarkan tempat pilihan dengan produk yang beragam, harga murah, dan juga memberikan pelayanan terbaik sehingga melebihi harapan pelanggan.

Penerapan E-Business di Carrefour indonesia mulai serius dilakukan pada bulan Juli tahun 2007. Penerapan E-Business ini dilakukan untuk mengoptimalkan proses bisnis yang ada di Carrefour terutama dalam hal manajemen rantai pasokan dan manajemen relasi pelanggan. Rantai pasokan ini harus diatur untuk memudahkan kerja antara gerai dan pemasok. Sedangkan manajemen relasi pelanggan bertujuan untuk mengelola pelanggan Carrefour sehingga tetap setia berbelanja di Carrefour.
KONSEP JUST IN TIME

Konsep Just In Time (JIT) adalah sistem manajemen manufaktur modern yang dikembangkan sejak awal tahun 70an, JIT pertama kali dikembangkan dan disempurnakan di pabrik Toyota Manufacturing oleh Taiichi Ohno.

Konsep JIT berprinsip hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta (what) sejumlah yang diperlukan (How much) dan pada saat dibutuhkan (When) oleh konsumen.

Just In Time (JIT) merupakan keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, sumber daya manusia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuan utamanya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan.

Dalam konsep JIT ini, pemborosan mencakup 7 hal, yaitu:

Over produksi ( OverProduction )
Waktu menunggu ( Waiting )
Transportasi ( Transportation )
Pemrosesan ( Process production )
Tingkat persediaan barang ( Unnecessary Inventory )
Gerak ( Unnecessary Motion )
Cacat produksi ( Defects)

Tujuan strategis JIT adalah :

Meningkatkan laba
Memperbaiki posisi persaingan perusahaan.

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara :

Mengeliminasi atau mengurangi persediaan
Meningkatkan mutu
Mengendalikan aktivitas supaya biaya rendah (sehingga memungkinkan harga jual rendah dan laba meningkat)
Memperbaiki kinerja pengiriman.

JIT pada manufaktur didasarkan pada konsep :

Hanya memproduksi produk sejumlah yang diminta oleh konsumen (tepat kuantitas)
Memproduksi produk bermutu tinggi
Memproduksi produk berbiaya rendah
Memproduksi produk berdaur waktu yang tepat
Mengirimkan produk pada konsumen tepat waktu

JIT pada pembelian didasarkan pada konsep :

Hanya membeli sejumlah barang yang diperlukan untuk produksi
Membeli barang bermutu tinggi
Membeli barang berharga murah
Pengiriman barang yang dibeli tepat waktu

sedangkan elemen-elemen Just In Time (JIT) adalah

Pengurangan waktu set up
Aliran produksi lancar (uninterrupted)
Produksi tanpa cacat
Produksi tanpa kerusakan mesin
Peningkatan secara kontinyu (Continuous improvement)
Peranan dan komitmen pegawai
Hubungan yang harmonis dengan pemasok
Sistem Kanban/pull system

Kelebihan JIT

seluruh sistem yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih efisien
Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk memperkerjakan para staffnya.
Barang produksi tidak harus selalu di cek, disimpan atau diretur kembali.
Penghematan yang telah di lakukan dapat digunakan untuk mendapat profit yang lebih tinggi misalnya, dengan mengadakan promosi tambahan.

Kelemahan JIT

• satu kelemahan sistem JIT adalah, tingkatan order ditentukan oleh data permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi dari rata-rata perencanaan historis maka inventori akan habis dan akan mempengaruhi tingkat pelayanan konsumen.

Pada Carrefour sendiri, penerapannya dilakukan pada pusat distribusinya atau Distribution Center(DC). Peran JIT sendiri mengubah fungsi dari DC yang tadinya sebagai gudang penyimpanan menjadi ke fungsi aslinya yaitu untuk mendistribusikan barang ke gerai-gerai Carrefour. Barang yang dating ke DC pun tidak dalam jumlah yang besar, melainkan disesuaikan dengan permintaan dari gerai-gerai sehingga tidak ada barang yang tertinggal di gudang atau terdegradasi dan membuat proses distribusinya lebih transparan serta meningkatkan efisiensi.
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA CARREFOUR

SCM sebenarnya sudah dikembangkan di perusahaannya sejak lama ketika Carrefour baru memiliki beberapa gerai. dan yang dikembangkan masih sangat sederhana. Fungsinya hanya untuk membantu proses penerimaan barang di gerai. (menurut Bayu A. Soedjarwo, Manajer Logistik Senior Carrefour)

Kemudian Carrefour membeli aplikasi untuk rantai pasok dan yang mampu menjalankan warehouse management system yaitu InfoLog. Semua proses dalam rantai pasokannya bias diintergrasikan dan memudahkan Carrefour dalam bekerja sama dengan para supplier meski tidak 100% terintegrasi seluruhnya. Untuk saat ini Carrefour masih berfokus pada efisiensi yang bisa diberikan dengan produk yang berkualitas dan harga yang kompetitif

Dalam proses rantai pasokan yang dijalankan, Carrefour menerapkan konsep Just-In Time (JIT) pada pusat disribusi atau distribution center yang bertujuan untuk mengefisiensikan proses sehingga tidak perlu adanya stok dalam pusat distribusi. Metode ini memungkinkan prosesnya lebih transparan dalam distribusi produk karena tidak ada produk yang terdegradasi (tertinggal) di gudang.

Dalam aplikasi InfoLog yang dijalankan Carrefour terdapat beberapa proses bisnis yang dijalankan yaitu :

Inbound Logistics
Perencanaan dan pengadaan persediaan
Operasi Gudang
Outbound Logistics
Pelaporan

Keseluruhannya dimuat dalam 4 modul yang berbeda yang keluarannya berupa laporan yang diperlukan manajemen dan operator sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan teknis dan strategis.


No comments:

Post a Comment

Kebahagiaan sejati bukanlah pada saat kita berhasil meraih apa yg kita perjuangkan, melainkan bagaimana kesuksesan kita itu memberi arti atau membahagiakan orang lain.