Self-Defeating
Self-defeating
di sini adalah istilah yang dapat menjelaskan peristiwa khusus berupa
"tindakan bunuh diri" dengan klaim hanya karena orang lain telah
melakukan kesalahan, bukan karena keinginan diri sendiri untuk menjadi
lebih baik. Dalam peristiwa lelaki di atas, persoalan mendasar bukan
terletak pada kuantitas dan intensitas bentrok dengan
pihak kampus dan pihak perusahaan tetapi akibat cara bentrok yang
membuat perjalanan akademik dan karirnya jalan di tempat. Sangat
dimungkinkan sikap lelaki di atas terhadap perilaku orang lain punya
alasan benar tetapi yang patut disayangkan sikap itu tidak didasari oleh
keinginan untuk menjadi lebih baik paska bentrok. Bukankah itu pantas
dikatakan sebagai tindakan bunuh diri?
Pendek kata, bentrok hanya untuk bentrok atau cerai
hanya untuk cerai, seringkali mewariskan karakter dan kepribadian
bentrok yang menggeneralisasi semua peristiwa yang menyangkut hubungan
dengan pihak lain. Padahal antara bentrok karena pembelaan prinsip
kebenaran senilai hidup-mati dengan bentrok pembelaan egoisme sesaat
ATAU antara bentrok karena semata orang lain salah dan bentrok karena
keinginan untuk memperbaiki diri adalah peristiwa spesifik yang berbeda.
Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa bentrok dalam arti self-defeating
adalah bentrok yang tidak menjadikan aktivitas hubungan sebagai materi
untuk meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain.
Padahal
menjalin hubungan dengan orang lain berperan dominan dalam mempengaruhi
sukses atau gagal perlajanan hidup seseorang. Menyimak pendapat para
pakar tentang peranan hubungan, meskipun diberikan secara terpisah,
tetapi kalau digabungkan kira-kira akan mengarah pada kesimpulan bahwa setiap orang punya tiga wilayah yaitu wilayah public: profesi, bisnis atau lain; wilayah private: keluarga, sahabat, atau teman; dan wilayah secret: anda dengan anda tentang anda (Stephen R. Covey, dalam The Quality Life: 1992). Wilayah pertama dan kedua merupakan wilayah saling memberi-menerima pengaruh (influential zone), dimana kenyataannya mayoritas waktu hidup semua orang dicurahkan.
Kalau
dikalkulasikan, jumlah pengaruh yang dihasilkan dari interaksi itu
mencapai 40 aspek dalam diri setiap orang dimana peranan yang dimainkan
cukup besar dalam kaitan dengan sukses-gagal perjalanan seseorang (Anne S. Doody, dalam Peach of Mind- Fact or Fiction: 2001). Bahkan kalau bicara kekuatan yang berperan mempengaruhi sukses-gagal perjalanan hidup, hubungan (relationship) menempati urutan pertama dari tiga kekuatan dominan yang mempengaruhi sukses-gagal perjalanan seseorang sebelum kekuatan lain yaitu: personal integrity dan personal exploration (Keller & Berry, dalam One American in Ten Tells the Other Nine How to Vote, Where to Eat, and What to buy. Free Press: 2003).
Urutan itu memang sejalan dengan kebenaran fakta bahwa relationship
punya andil besar dalam mempengaruhi pencapaian kualitas hidup di
wilayah sentral: karir, keluarga, bisnis, sosial dan lain-lain. Oleh
karena itu Alf Cattel mengatakan bahwa jika sudah ditakdirkan semua
manusia hidup dengan business of selling maka relationship is product. Senada dengan Cattel, A.H. Smith, mantan presiden perusahaan kereta api di Amerika Serikat, mengatakan: "Kereta api adalah 95 % manusia dan 5 % besi".
Indikasi
Terlepas
dari alasan apapun yang menyebabkan hubungan anda dengan pihak lain
harus berakhir, satu hal yang perlu anda jaga adalah jangan sampai
mengakhiri hanya untuk mengakhiri yang justru akan merusak perkembangan
berikutnya. Supaya tidak merusak, rasakanlah sebagian indikasi berikut
bekerja di dalam diri anda:
1. Kreasi
Seperti
yang diakui lelaki di atas bahwa tidak cukup hanya mengandalkan
kebenaran yang anda pegang teguh sebagai alasan untuk mengakhiri
hubungan dengan si X, tetapi apakah keputusan itu bisa mengaktifkan daya kreasi anda berikutnya? Kalau anda memilih putus hubungan dengan perusahaan tetapi senjata anda hanya menulis
surat lamaran yang tidak tahu kapan mendapat jawaban, apalagi sering
anda lakukan, benarkan anda merasa tidak menyiksa diri?
2. Kebahagiaan
Salah satu sumber kebahagian adalah keharmonisan hubungan dengan orang lain. Dan kebahagiaan adalah
sumber kesuksesan, minimalnya sumber kesuksesa di dalam. Tidak
sebaliknya. Jika anda memilih mengakhiri hubungan dengan si X, benarkah
anda akan merasa lebih bahagia dalam arti yang sebenarnya? Kalau
orang bercerai hanya sekali untuk memperbaiki hidup mungkin masih bisa
dibenarkan tetapi kalau dilakukan berkali-kali apalagi meninggalkan
warisan anak dimana-mana, benarkah peristiwa itu tidak menggangu
kebahagiannya? Bahagia dan tidak bahagia adalah spectrum kondisi
internal yang pada akhirnya tidak punya kaitan dengan apa yang dirasakan
orang lain tetapi kembali pada apa yang anda rasakan tentang diri anda.
3. Kekuatan
Musuh
yang mengancam kekuatan seseorang secara mayoritas dapat dikatakan
bukan musuh dari luar tetapi anda melawan anda. Tidak sulit menemukan
jalan untuk mengakhiri hubungan dengan orang lain dengan alasan
kalkulasi kekuatan. Tetapi yang perlu anda pertimbangankan adalah
karakter bentrok yang diwariskan. Kalau anda sudah biasa dengan
karakter dan kebiasaan tertentu maka sulit bagi anda melihat cara lain
yang lebih baik. Di samping juga karakter memiliki daya tarik. Karakter
bentrok akan selalu mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk bentrok
seperti juga penjahat yang senantiasa menemukan jalan untuk berbuat
jahat. Padahal fakta alamiyah menunjukkan semakin banyak bentrok yang
anda menangkan tidak berarti semakin banyak jumlah kekuatan yang anda
dapat, tetapi justru sebaliknya.
Pembelajaran Diri
Salah satu solusi yang bisa menghindarkan anda dari self-defeating
adalah dengan melakukan pembelajaran diri. Prinsip dasar
pembelajaran-diri adalah mengaktifkan kemampuan pasif yang sudah
disediakan sejak lahir untuk menggapai kualitas hidup lebih baik dari
kemarin dan hari ini. Menjaga keharmonisan hubungan menuntut kemampuan
manajemen diri yang terus ditingkatkan. Materi yang dapat anda jadikan ajang pembelajaran-diri adalah:
1. Kebiasaan Bereaksi
Mayoritas orang menjalankan keputusan didasarkan
pada kebiasaan reaksi pertama. Tidak ada masalah kalau kebiasaan itu
menghasilkan tindakan yang tidak fatal yang mengarah pada self defeating,
tetapi sayangnya reaksi pertama lebih banyak menimbulkan penyesalan di
akhir tindakan. Reaksi pertama mencerminkan mentalitas "jump to conclusion"
yang secara ilmiah telah terbukti banyak mengurangi bobot kualitas
keputusan karena lebih kuat mengakar pada kebenaran sendiri dalam arti
pertahanan posisi egoisme. Namun demikian, perlu diakui bahwa terlalu
lamban menentukan reaksi dalam menyelesaikan hubungan dengan pihak lain
juga tidak dijamin keputusan itu lebih berkualitas. Bahkan seringkali lebih bisa diartikan sebagai pengabaian, tidak kritis, dan tidak sensitif, atau hangus.
Sebagai pembelajaran, ciptakan kebiasaan mengendapkan persoalan dari luar untuk diolah di dalam sampai benar-benar masak sebelum disuguhkan kepada orang lain. Di sini yang dibutuhkan adalah penguasaan ‘the art of cooking’
dalam arti memahami ukuran api dan ukuran kematangan masakan. Kalau
dipikir semua orang punya bahan yang sama untuk dimasak tetapi yang
benar-benar membedakan adalah kualitas bagaimana orang itu memasak dan
seni menyuguhkan. Kalau anda menangkap semua aksi orang lain dengan
reaksi yang menjunjung tinggi kepentingan sesaat tanpa pengendapan
(baca: dimasak), berarti sama dengan menyuguhkan masakan yang masih mentah.
2. Penguasaan Bahasa Hidup
Ucapkan
terima kasih kepada lingkungan dan lembaga sekolah yang telah
mengajarkan anda kata-kata dan ilmu bahasa. Tetapi tidak cukup dengan
menggunakan apa yang telah secara optimal diberikan orang lain tentang
bahasa tetapi anda perlu menjadikan semua pemberian itu sebagai modal
dasar memahami bahasa hidup yang mungkin tidak diajarkan tetapi dapat
dipelajari (learning the unteachable materials). Anda bisa
memahami bahasa hidup dengan mempelajari kultur dan tradisi, mempelajari
bagaimana kata-kata menciptakan dampak psikologis atau symbol of status tertentu, dan mempelajari cara pengungkapan kata secara assertive, diplomatis, dan ekspresif.
Bahasa adalah the art of serving,
seni bagaimana menyajikan keputusan yang yang telah anda masak sebagai
reaksi terhadap aksi orang lain. Sebagus apapun masakah yang anda olah
tetapi kalau disuguhkan dengan cara yang menunjukkan semangat-bahasa bertentangan
maka sangat mungkin melahirkan pemahaman yang berbeda. Sebagai gambaran
bahwa setiap orang secara alamiah sebenarnyaa membutuhkan
koreksi orang lain dari tindakannya yang salah; tetapi kenyataannya
orang menolak untuk dikoreksi sebab yang diinginkan adalah koreksi yang
disuguhkan dengan cara yang sesuai keinginannya.
3. Kontrak Rahasia
Hubungan
dengan orang lain tidak bisa dipisahkan dengan pemahaman isi Kontrak
Tak Tertulis yang menciptakan pengaruh riil. Kontrak Tak Tertulis atau
Kontrak Rahasia inilah yang sering diistilah dengan Kontrak Psikologis.
Menjaga hubungan tidak cukup dengan mengatakan semua yang anda tahu
tentang seseorang atau mengatakan semua yang anda tidak tahu atau hanya
tahu setengah-setengah. Dan juga tidak cukup dengan memberi reaksi
terhadap aksi orang lain atau mengabaikan semua aksi. Oleh karena itu
pahamilah "written rule of relationship" untuk ditaati tetapi jangan lupa memahami "the unwritten rule" dalam bentuk pengecualian atau isyarat.
Menjaga hubungan yang berjalan
sesuai keinginan anda untuk memperbaiki kemampuan dalam menjalin
hubungan, dibangun di atas pemahaman bahwa semua orang mengajukan
Kontrak Tak Tertulis yang isinya sama: tolong pahami saya. Supaya tidak
terjadi bongkar pasang atau bertentangan dengan keinginan anda, maka
yang dituntut adalah keberanian berkorban lebih dulu untuk memahami orang lain tanpa syarat. Hanya itu dan titik. Sebab
fakta alamiah menunjukkan kalau anda lebih dulu memahami tidak berarti
anda yang merugi tetapi justru menjadi jalan untuk dipahami orang lain.
No comments:
Post a Comment